SALAM REDAKSI
Assalamu’alaikum
warahmatullahi wabarakatuh
Alhamdulillahirabbil’alamin, tiada kata yang patut kita ucapkan kecuali rasa syukur kita ke
hadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmatNya kepada semua makhluk di
jagad raya ini. Salawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada
Rasulullah saw, keluarga dan para
sahabat.
Edisi mading BPJS Board kali ini yang mengangkat tema Pers berisi tentang beberapa artikel menarik
tentang pers dan juga kanit corner dari Kepala Unit MK&UPMP4 mengenai berbagai
permasalahan yang dihadapi dalam distribusi kartu KIS. Edisi Bulan Februari ini
juga akan ada artikel terpilih dari sayembara yang diadakan setiap bulannya.
Kritik dan saran akan terus kami nantikan dari rekan DUTA BPJS
Kesehatan semua. Kritik dan saran dapat disampaikan langsung kepada Tim Redaksi
BPJS Board KC Kediri.
Akhir kata, semoga BPJS Board kali ini bermanfaat, dan selamat
membaca.
Salam….
SEJARAH
JURNALISTIK DI DUNIA
Awal
mulanya muncul jurnalistik dapat diketahui dari berbagai literatur tentang
sejarah jurnalistik senantiasa merujuk pada “Acta Diurna” pada zaman Romawi
Kuno masa pemerintahan kaisar Julius Caesar (100-44 SM).
“Acta Diurna”,
yakni papan pengumuman (sejenis majalah dinding atau papan informasi sekarang),
diyakini sebagai produk jurnalistik pertama; pers, media massa, atau surat
kabar harian pertama di dunia. Julius Caesar pun disebut sebagai “Bapak Pers
Dunia”.
Sebenarnya,
Caesar hanya meneruskan dan mengembangkan tradisi yang muncul pada permulaan
berdirinya kerajaan Romawi. Saat itu, atas peritah Raja Imam Agung, segala
kejadian penting dicatat pada “Annals”, yakni papan tulis yang digantungkan di
serambi rumah. Catatan pada papan tulis itu merupakan pemberitahuan bagi setiap
orang yang lewat dan memerlukannya.
Saat berkuasa,
Julius Caesar memerintahkan agar hasil sidang dan kegiatan para anggota senat
setiap hari diumumkan pada “Acta Diurna”. Demikian pula berita tentang kejadian
sehari-hari, peraturan-peraturan penting, serta apa yang perlu disampaikan dan
diketahui rakyatnya. Papan pengumuman itu ditempelkan atau dipasang di pusat
kota yang disebut “Forum Romanum” (Stadion Romawi) untuk diketahui oleh umum.
Berita di “Acta
Diurna” kemudian disebarluaskan. Saat itulah muncul para “Diurnarii”, yakni
orang-orang yang bekerja membuat catatan-catatan tentang hasil rapat senat dari
papan “Acta Diurna” itu setiap hari, untuk para tuan tanah dan para hartawan.
Dari kata “Acta
Diurna” inilah secara harfiah kata jurnalistik berasal yakni kata “Diurnal”
dalam Bahasa Latin berarti “harian” atau “setiap hari.” Diadopsi ke dalam
bahasa Prancis menjadi “Du Jour” dan bahasa Inggris “Journal” yang berarti
“hari”, “catatan harian”, atau “laporan”. Dari kata “Diurnarii” muncul kata “Diurnalis”
dan “Journalist” (wartawan).
Dalam sejarah
Islam, seperti dikutip Kustadi Suhandang (2004), cikal bakal jurnalistik yang
pertama kali di dunia adalah pada zaman Nabi Nuh. Saat banjir besar melanda
kaumnya, Nabi Nuh berada di dalam kapal beserta sanak keluarga, para pengikut
yang saleh, dan segala macam hewan.
Untuk mengetahui
apakah air bah sudah surut, Nabi Nuh mengutus seekor burung dara ke luar kapal
untuk memantau keadaan air dan kemungkinan adanya makanan. Sang burung dara
hanya melihat daun dan ranting pohon zaitun yang tampak muncul ke permukaan
air. Ranting itu pun dipatuk dan dibawanya pulang ke kapal. Nabi Nuh pun
berkesimpulan air bah sudah mulai surut. Kabar itu pun disampaikan kepada
seluruh penumpang kapal.
Atas dasar fakta
tersebut, Nabi Nuh dianggap sebagai pencari berita dan penyiar kabar (wartawan)
pertama kali di dunia. Kapal Nabi Nuh pun disebut sebagai kantor berita pertama
di dunia.
MASA
PERKEMBANGANNYA
Kegiatan
penyebaran informasi melalui tulis-menulis makin meluas pada masa peradaban
Mesir, ketika masyarakatnya menemukan tehnik pembuatan kertas dari serat
tumbuhan yang bernama “Phapyrus”.
Pada abad 8 M.,
tepatnya tahun 911 M, di Cina muncul surat kabar cetak pertama dengan nama
“King Pau” atau Tching-pao, artinya “Kabar dari Istana”. Tahun 1351 M, Kaisar
Quang Soo mengedarkan surat kabar itu secara teratur seminggu sekali.
Penyebaran
informasi tertulis maju sangat pesat sejak mesin cetak ditemukan oleh Johan
Guttenberg pada 1450. Koran cetakan yang berbentuk seperti sekarang ini muncul
pertama kalinya pada 1457 di Nurenberg, Jerman. Salah satu peristiwa besar yang
pertama kali diberitakan secara luas di suratkabar adalah pengumuman hasil
ekspedisi Christoper Columbus ke Benua Amerika pada 1493.
Pelopor surat
kabar sebagai media berita pertama yang bernama “Gazetta” lahir di Venesia,
Italia, tahun 1536 M. Saat itu Republik Venesia sedang perang melawan Sultan
Sulaiman. Pada awalnya surat kabar ini ditulis tangan dan para pedagang penukar
uang di Rialto menulisnya dan menjualnya dengan murah, tapi kemudian surat
kabar ini dicetak.
Surat kabar cetak
yang pertama kali terbit teratur setiap hari adalah Oxford Gazzete di Inggris
tahun 1665 M. Surat kabar ini kemudian berganti nama menjadi London Gazzette
dan ketika Henry Muddiman menjadi editornya untuk pertama sekali dia telah
menggunakan istilah “Newspaper”.
Di Amerika
Serikat ilmu persuratkabaran mulai berkembang sejak tahun 1690 M dengan istilah
“Journalism”. Saat itu terbit surat kabar dalam bentuk yang modern, Publick
Occurences Both Foreign and Domestick, di Boston yang dimotori oleh Benjamin
Harris.
Pada Abad ke-17,
di Inggris kaum bangsawan umumnya memiliki penulis-penulis yang membuat berita
untuk kepentingan sang bangsawan. Para penulis itu membutuhkan suplai berita.
Organisasi pemasok berita (sindikat wartawan atau penulis) bermunculan bersama
maraknya jumlah koran yang diterbitkan. Pada saat yang sama koran-koran
eksperimental, yang bukan berasal dari kaum bangsawan, mulai pula diterbitkan
pada Abad ke-17 itu, terutama di Prancis.
Pada abad ke-17
pula, John Milton memimpin perjuangan kebebasan menyatakan pendapat di Inggris
yang terkenal dengan Areopagitica, A Defence of Unlicenced Printing. Sejak saat
itu jurnalistik bukan saja menyiarkan berita (to inform), tetapi juga
mempengaruhi pemerintah dan masyarakat (to influence).
Di Universitas
Bazel, Swiss jurnalistik untuk pertama kali dikaji secara akademis oleh Karl
Bucher (1847 – 1930) dan Max Weber (1864 – 1920) dengan nama Zeitungskunde
tahun 1884 M. Sedangkan di Amerika mulai dibuka School of Journalism di
Columbia University pada tahun 1912 M/1913 M dengan penggagasnya bernama Joseph
Pulitzer (1847 – 1911).
Pada Abad ke-18,
jurnalisme lebih merupakan bisnis dan alat politik ketimbang sebuah profesi.
Komentar-komentar tentang politik, misalnya, sudah bermunculan pada masa ini.
Demikian pula ketrampilan desain/perwajahan mulai berkembang dengan kian
majunya teknik percetakan.
Pada abad ini
juga perkembangan jurnalisme mulai diwarnai perjuangan panjang kebebasan pers
antara wartawan dan penguasa. Pers Amerika dan Eropa berhasil menyingkirkan
batu-batu sandungan sensorsip pada akhir Abad ke-18 dan memasuki era jurnalisme
modern seperti yang kita kenal sekarang.
Perceraian antara
jurnalisme dan politik terjadi pada sekitar 1825-an, sehingga wajah jurnalisme
sendiri menjadi lebih jelas: independen dan berwibawa. Sejumlah jurnalis yang
muncul pada abad itu bahkan lebih berpengaruh ketimbang tokoh-tokoh politik
atau pemerintahan. Jadilah jurnalisme sebagai bentuk profesi yang mandiri dan
cabang bisnis baru.
Pada pertengahan
1800-an mulai berkembang organisasi kantor berita yang berfungsi mengumpulkan
berbagai berita dan tulisan untuk didistribusikan ke berbagai penerbit surat
kabar dan majalah. Kantor berita pelopor yang masih beroperasi hingga kini
antara lain Associated Press (AS), Reuters (Inggris), dan Agence-France Presse
(Prancis).
Tahun 1800-an
juga ditandai dengan munculnya istilah Yellow Journalism (jurnalisme kuning),
sebuah istilah untuk “pertempuran headline” antara dua koran besar di Kota New
York. Satu dimiliki oleh Joseph Pulitzer dan satu lagi dimiliki oleh William
Randolph Hearst.
Ciri khas
“jurnalisme kuning” adalah pemberitaannya yang bombastis, sensasional, dan
pemuatan judul utama yang menarik perhatian publik. Tujuannya hanya satu:
meningkatkan penjualan! Namun, jurnalisme kuning tidak bertahan lama, seiring
dengan munculnya kesadaran jurnalisme sebagai profesi.
Sebagai catatan,
surat kabar generasi pertama di AS awalnya memang partisan, serta dengan mudah
menyerang politisi dan presiden, tanpa pemberitaan yang objektif dan berimbang.
Namun, para wartawannya kemudian memiliki kesadaran bahwa berita yang mereka tulis
untuk publik haruslah memiliki pertanggungjawaban sosial.
Kesadaran akan
jurnalisme yang profesional mendorong para wartawan untuk membentuk organisasi
profesi mereka sendiri. Organisasi profesi wartawan pertama kali didirikan di
Inggris pada 1883, yang diikuti oleh wartawan di negara-negara lain pada masa
berikutnya. Kursus-kursus jurnalisme pun mulai banyak diselenggarakan di
berbagai universitas, yang kemudian melahirkan konsep-konsep seperti
pemberitaan yang tidak bias dan dapat dipertanggungjawabkan, sebagai standar
kualitas bagi jurnalisme profesional.
SOURCE :
UNIT CORNER : HASIL WAWANCARA DENGAN KEPALA UNIT MK & UPMP4
BAPAK DAVID SULAKSMONO.
APA ITU
KARTU INDONESIA SEHAT?
Kartu Indonesia Sehat adalah kartu yang
diterbitkan sebagai salah satu perwujudan program Nawa Cita Presiden Joko
Widodo, dan berfungsi sebagai kartu identitas bagi peserta Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN). Kartu baru ini untuk
tahap awal diberikan kepada peserta Penerima Biaya Iuran (PBI)-APBN yang
berjumlah 86,4 juta jiwa. Secara bertahap, nantinya kartu BPJS kesehatan yang
beredar saat ini akan diganti dengan KIS.
APA
BEDANYA KIS DENGAN KARTU BPJS?
Secara fungsi/manfaat pelayanan, kartu KIS
tidak berbeda dengan kartu BPJS kesehatan. Pemegang kartu KIS akan mendapatkan
pelayanan yang sama dengan pemegang kartu BPJS kesehatan yang lain.
BAGAIMANA
CARA MENGURUS KARTU INDONESIA SEHAT?
Untuk pemegang kartu KIS dari kelompok peserta
Penerima Bantuan Iuran (PBI)-APBN, penetapan peserta diatur oleh Kementerian
Sosial. Warga tidak mampu yang ingin menjadi peserta PBI-APBN dapat mengurus ke
Dinas Sosial setempat. Tiap 6 (enam) bulan sekali, Dinas Sosial setempat akan
mengusulkan nama-nama yang berhak menjadi peserta PBI-APBN tersebut ke
Kementerian Sosial untuk ditetapkan menjadi peserta PBI-APBN.
Selain itu, Dinas Sosial juga
bisa mengusulkan warga tidak mampu yang tidak masuk dalam kuota PBI-APBN untuk
menjadi peserta PBI-APBD atau juga dikenal dengan nama Jaminan Kesehatan Daerah
(Jamkesda), jika Jamkesda yang dikelola Pemerintah Daerah sudah terintegrasi
dengan BPJS Kesehatan.
Sedangkan untuk pemegang
kartu KIS yang bukan dari kelompok peserta PBI, dapat melakukan pendaftaran
langsung ke kantor BPJS Kesehatan terdekat dengan membawa persyaratan yang ada.
1. BAGAIMANA ALUR/CARA MENGGUNAKAN KARTU INDONESIA SEHAT?
Alur pelayanan kesehatan untuk
pemegang kartu KIS sama dengan alur pelayanan kesehatan untuk pemegang kartu
BPJS Kesehatan yang lain. Untuk kasus-kasus bukan Gawat Darurat, peserta diwajibkan
berobat terlebih dahulu ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) seperti
Puskesmas, Dokter keluarga, Klinik, Balai Pengobatan yang sudah bekerja sama
dengan BPJS Kesehatan. Jika penyakit yang diderita peserta membutuhkan
perawatan lebih lanjut, maka FKTP akan memberikan surat rujukan untuk berobat
ke Fasilitas kesehatan Tingkat Lanjut (FKTL) dalam hal ini Rumah Sakit.
2. APAKAH ADA KEMUNGKINAN DOBEL DATA BAGI PESERTA PENERIMA
KIS DAN BPJS?
Jawabannya : ADA.
Pada saat awal pemilihan warga tidak
mampu yang akan diusulkan menjadi peserta PBI-APBN, data yang masuk masih
banyak yang belum memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang menjadi syarat
mutlak pendaftaran peserta BPJS kesehatan saat ini. Juga karena proses validasi
dan verifikasi yang kurang akurat pada
saat itu, maka ada warga yang seharusnya sudah berstatus sebagai pekerja
(karyawan swasta, PNS, dll) pada saat itu juga masuk dalam usulan peserta
PBI-APBN. Hal ini menjadi masalah ketika Program Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN) berjalan, dimana undang-undang mewajibkan seluruh pemberi kerja untuk
mendaftarkan para pekerjanya untuk menjadi peserta BPJS Kesehatan. Sehingga
mereka yang sebelumnya sudah terdaftar menjadi peserta PBI-APBN maka
didaftarkan kembali oleh perusahaan / satuan kerja masing-masing. Dan karena
pada saat awal pendaftaran peserta PBI-APBN tidak mencantumkan NIK, maka begitu
didaftarkan ulang oleh perusahaan/satuan kerja, NIK para pekerja tersebut tetap
lolos dalam sistem pendaftaran.
Pada tahun 2015, telah dilakukan
verifikasi dan validasi ulang oleh Dinas Sosial masing-masing daerah terhadap
data kepesertaan PBI-APBN tersebut. Hasilnya adalah keluarnya SK Kemensos No.
168/HUK/2015 tentang Penetapan Penghapusan dan Penggantian Peserta Penerima
Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan dan SK Kemensos No. 170/HUK/2015 tentang
Penetapan Penerima bantuan Iuran Jaminan KesehatanTahun 2016.
3. BAGAIMANA STATUS KEPESERTAANNYA APABILA ADA PESERTA
KIS/BPJS MENINGGAL DUNIA?
Bila ada peserta KIS/BPJS kesehatan
yang meninggal dunia, perlakuannya dibagi tergantung jenis kepesertaannya
sebagai berikut:
-
Untuk kelompok peserta PBI-APBN, peserta yang meninggal akan dilaporkan
ke Grup kepesertaan Kantor Pusat
-
Untuk kelompok peserta PBI-APBD, peserta yang meninggal akan dilaporkan
ke Dinas Sosial wilayah untuk dilakukan penggantian pada saat pengajuan
penambahan peserta yang baru.
-
Untuk kelompok non PBI, maka peserta yang meninggal dapat dilaporkan ke
BPJS Kesehatan untuk dilakukan penonaktifan kepesertaan sehingga tidak muncul
tagihan iuran.
4. APAKAH BOLEH PESERTA KIS/BPJS BERHENTI JADI PESERTA?
Sesuai Perpres No.111 tahun 2013
tentang Perubahan atas Peraturan Presiden No.12 tahun 2013 tetang Jaminan
Kesehatan, pasal 6 ayat 1 dinyatakan bahwa kepesertaan Jaminan Kesehatan
bersifat wajib dan mencakup seluruh penduduk Indonesia, sehingga tidak ada
proses penghentian kepesertaan JKN.
Peserta BPJS Kesehatan dapat berhenti
menjadi peserta hanya dalam kondisi berikut:
-
Peserta meninggal dunia yang dibuktikan dengan surat keterangan
kematian.
-
Peserta keluar kewarganegaraan/ menjadi warga negara asing yang
dibuktikan dengan paspor/ surat keterangan lain dari instansi terkait.
BIRTHDAY LIST FEBRUARY
1.
Fathoni Irawan Fuat (07 Februay)
(Kepala Unit SDM dan Umum)
2. Febri Iswandinata (9 February)
(Verifikator Unit manajemen Pelayanan
Primer)
3. Saiful Anwar (12 February)
(Staf Manajemen Pelayanan Kesehatan KLO
Kota Blitar)
4. Febria Rike Erliana (19 February)
(Verifikator Unit Manajemen Pelayanan
Rujukan)
5. Sudarmadji (23 February)
(Staf Pemasaran, Kepesertaan, dan UPMP4
KLO Kab Blitar)
6. Riendra Candra Asmara (24 February)
(Staf Manajemen Pelayanan Kesehatan KLO
Kab Kediri)
7. Ferry Kurniawan (26 February)
(Tenaga Kebersihan KC Kediri)
8. Erni Rachmawati (27 February)
(PTT Unit MPKP)
9. Sugiyanti (28 February)
(Kepala Unit Hukum, Komunikasi Publik
& Kepatuhan)
TIM REDAKSI BPJS BOARD KC KEDIRI
|
CHIEF REDACTION : SILVI YUNITA |
|
EDITOR : YURI ANDRIANI NASTITI
|
|
LAY OUT DESIGNER : ESTY NIDIANTY
|
|
ANIMATOR & HUNTER : HARDI ARIAWAN
|
|
FOTO BERSAMA |
|
PEMAPARAN MATERI OLEH KEPALA CABANG |
|
KEPALA CABANG BPJS KESEHATAN KC KEDIRI |
|
SUASANA KONFERENSI PERS |