Senin, 01 Februari 2016

BPJS Board Februari 2016 : "PERS"




SALAM REDAKSI



Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Alhamdulillahirabbil’alamin, tiada kata yang patut kita ucapkan kecuali rasa syukur kita ke hadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmatNya kepada semua makhluk di jagad raya ini. Salawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah saw, keluarga dan para sahabat.

Edisi mading BPJS Board kali ini yang mengangkat tema Pers berisi tentang beberapa artikel menarik tentang pers dan juga kanit corner dari Kepala Unit MK&UPMP4 mengenai berbagai permasalahan yang dihadapi dalam distribusi kartu KIS. Edisi Bulan Februari ini juga akan ada artikel terpilih dari sayembara yang diadakan setiap bulannya.

Kritik dan saran akan terus kami nantikan dari rekan DUTA BPJS Kesehatan semua. Kritik dan saran dapat disampaikan langsung kepada Tim Redaksi BPJS Board KC Kediri.

Akhir kata, semoga BPJS Board kali ini bermanfaat, dan selamat membaca.



Salam….



SEJARAH JURNALISTIK DI DUNIA

Awal  mulanya muncul jurnalistik dapat diketahui dari berbagai literatur tentang sejarah jurnalistik senantiasa merujuk pada “Acta Diurna” pada zaman Romawi Kuno masa pemerintahan kaisar Julius Caesar (100-44 SM).
“Acta Diurna”, yakni papan pengumuman (sejenis majalah dinding atau papan informasi sekarang), diyakini sebagai produk jurnalistik pertama; pers, media massa, atau surat kabar harian pertama di dunia. Julius Caesar pun disebut sebagai “Bapak Pers Dunia”.

Sebenarnya, Caesar hanya meneruskan dan mengembangkan tradisi yang muncul pada permulaan berdirinya kerajaan Romawi. Saat itu, atas peritah Raja Imam Agung, segala kejadian penting dicatat pada “Annals”, yakni papan tulis yang digantungkan di serambi rumah. Catatan pada papan tulis itu merupakan pemberitahuan bagi setiap orang yang lewat dan memerlukannya.

Saat berkuasa, Julius Caesar memerintahkan agar hasil sidang dan kegiatan para anggota senat setiap hari diumumkan pada “Acta Diurna”. Demikian pula berita tentang kejadian sehari-hari, peraturan-peraturan penting, serta apa yang perlu disampaikan dan diketahui rakyatnya. Papan pengumuman itu ditempelkan atau dipasang di pusat kota yang disebut “Forum Romanum” (Stadion Romawi) untuk diketahui oleh umum.
Berita di “Acta Diurna” kemudian disebarluaskan. Saat itulah muncul para “Diurnarii”, yakni orang-orang yang bekerja membuat catatan-catatan tentang hasil rapat senat dari papan “Acta Diurna” itu setiap hari, untuk para tuan tanah dan para hartawan.

Dari kata “Acta Diurna” inilah secara harfiah kata jurnalistik berasal yakni kata “Diurnal” dalam Bahasa Latin berarti “harian” atau “setiap hari.” Diadopsi ke dalam bahasa Prancis menjadi “Du Jour” dan bahasa Inggris “Journal” yang berarti “hari”, “catatan harian”, atau “laporan”. Dari kata “Diurnarii” muncul kata “Diurnalis” dan “Journalist” (wartawan).

Dalam sejarah Islam, seperti dikutip Kustadi Suhandang (2004), cikal bakal jurnalistik yang pertama kali di dunia adalah pada zaman Nabi Nuh. Saat banjir besar melanda kaumnya, Nabi Nuh berada di dalam kapal beserta sanak keluarga, para pengikut yang saleh, dan segala macam hewan.

Untuk mengetahui apakah air bah sudah surut, Nabi Nuh mengutus seekor burung dara ke luar kapal untuk memantau keadaan air dan kemungkinan adanya makanan. Sang burung dara hanya melihat daun dan ranting pohon zaitun yang tampak muncul ke permukaan air. Ranting itu pun dipatuk dan dibawanya pulang ke kapal. Nabi Nuh pun berkesimpulan air bah sudah mulai surut. Kabar itu pun disampaikan kepada seluruh penumpang kapal.

Atas dasar fakta tersebut, Nabi Nuh dianggap sebagai pencari berita dan penyiar kabar (wartawan) pertama kali di dunia. Kapal Nabi Nuh pun disebut sebagai kantor berita pertama di dunia.

MASA PERKEMBANGANNYA

Kegiatan penyebaran informasi melalui tulis-menulis makin meluas pada masa peradaban Mesir, ketika masyarakatnya menemukan tehnik pembuatan kertas dari serat tumbuhan yang bernama “Phapyrus”.
Pada abad 8 M., tepatnya tahun 911 M, di Cina muncul surat kabar cetak pertama dengan nama “King Pau” atau Tching-pao, artinya “Kabar dari Istana”. Tahun 1351 M, Kaisar Quang Soo mengedarkan surat kabar itu secara teratur seminggu sekali.

Penyebaran informasi tertulis maju sangat pesat sejak mesin cetak ditemukan oleh Johan Guttenberg pada 1450. Koran cetakan yang berbentuk seperti sekarang ini muncul pertama kalinya pada 1457 di Nurenberg, Jerman. Salah satu peristiwa besar yang pertama kali diberitakan secara luas di suratkabar adalah pengumuman hasil ekspedisi Christoper Columbus ke Benua Amerika pada 1493.
Pelopor surat kabar sebagai media berita pertama yang bernama “Gazetta” lahir di Venesia, Italia, tahun 1536 M. Saat itu Republik Venesia sedang perang melawan Sultan Sulaiman. Pada awalnya surat kabar ini ditulis tangan dan para pedagang penukar uang di Rialto menulisnya dan menjualnya dengan murah, tapi kemudian surat kabar ini dicetak.
Surat kabar cetak yang pertama kali terbit teratur setiap hari adalah Oxford Gazzete di Inggris tahun 1665 M. Surat kabar ini kemudian berganti nama menjadi London Gazzette dan ketika Henry Muddiman menjadi editornya untuk pertama sekali dia telah menggunakan istilah “Newspaper”.

Di Amerika Serikat ilmu persuratkabaran mulai berkembang sejak tahun 1690 M dengan istilah “Journalism”. Saat itu terbit surat kabar dalam bentuk yang modern, Publick Occurences Both Foreign and Domestick, di Boston yang dimotori oleh Benjamin Harris.

Pada Abad ke-17, di Inggris kaum bangsawan umumnya memiliki penulis-penulis yang membuat berita untuk kepentingan sang bangsawan. Para penulis itu membutuhkan suplai berita. Organisasi pemasok berita (sindikat wartawan atau penulis) bermunculan bersama maraknya jumlah koran yang diterbitkan. Pada saat yang sama koran-koran eksperimental, yang bukan berasal dari kaum bangsawan, mulai pula diterbitkan pada Abad ke-17 itu, terutama di Prancis.
Pada abad ke-17 pula, John Milton memimpin perjuangan kebebasan menyatakan pendapat di Inggris yang terkenal dengan Areopagitica, A Defence of Unlicenced Printing. Sejak saat itu jurnalistik bukan saja menyiarkan berita (to inform), tetapi juga mempengaruhi pemerintah dan masyarakat (to influence).

Di Universitas Bazel, Swiss jurnalistik untuk pertama kali dikaji secara akademis oleh Karl Bucher (1847 – 1930) dan Max Weber (1864 – 1920) dengan nama Zeitungskunde tahun 1884 M. Sedangkan di Amerika mulai dibuka School of Journalism di Columbia University pada tahun 1912 M/1913 M dengan penggagasnya bernama Joseph Pulitzer (1847 – 1911).
Pada Abad ke-18, jurnalisme lebih merupakan bisnis dan alat politik ketimbang sebuah profesi. Komentar-komentar tentang politik, misalnya, sudah bermunculan pada masa ini. Demikian pula ketrampilan desain/perwajahan mulai berkembang dengan kian majunya teknik percetakan.

Pada abad ini juga perkembangan jurnalisme mulai diwarnai perjuangan panjang kebebasan pers antara wartawan dan penguasa. Pers Amerika dan Eropa berhasil menyingkirkan batu-batu sandungan sensorsip pada akhir Abad ke-18 dan memasuki era jurnalisme modern seperti yang kita kenal sekarang.

Perceraian antara jurnalisme dan politik terjadi pada sekitar 1825-an, sehingga wajah jurnalisme sendiri menjadi lebih jelas: independen dan berwibawa. Sejumlah jurnalis yang muncul pada abad itu bahkan lebih berpengaruh ketimbang tokoh-tokoh politik atau pemerintahan. Jadilah jurnalisme sebagai bentuk profesi yang mandiri dan cabang bisnis baru.
Pada pertengahan 1800-an mulai berkembang organisasi kantor berita yang berfungsi mengumpulkan berbagai berita dan tulisan untuk didistribusikan ke berbagai penerbit surat kabar dan majalah. Kantor berita pelopor yang masih beroperasi hingga kini antara lain Associated Press (AS), Reuters (Inggris), dan Agence-France Presse (Prancis).
Tahun 1800-an juga ditandai dengan munculnya istilah Yellow Journalism (jurnalisme kuning), sebuah istilah untuk “pertempuran headline” antara dua koran besar di Kota New York. Satu dimiliki oleh Joseph Pulitzer dan satu lagi dimiliki oleh William Randolph Hearst.

Ciri khas “jurnalisme kuning” adalah pemberitaannya yang bombastis, sensasional, dan pemuatan judul utama yang menarik perhatian publik. Tujuannya hanya satu: meningkatkan penjualan! Namun, jurnalisme kuning tidak bertahan lama, seiring dengan munculnya kesadaran jurnalisme sebagai profesi.

Sebagai catatan, surat kabar generasi pertama di AS awalnya memang partisan, serta dengan mudah menyerang politisi dan presiden, tanpa pemberitaan yang objektif dan berimbang. Namun, para wartawannya kemudian memiliki kesadaran bahwa berita yang mereka tulis untuk publik haruslah memiliki pertanggungjawaban sosial.
Kesadaran akan jurnalisme yang profesional mendorong para wartawan untuk membentuk organisasi profesi mereka sendiri. Organisasi profesi wartawan pertama kali didirikan di Inggris pada 1883, yang diikuti oleh wartawan di negara-negara lain pada masa berikutnya. Kursus-kursus jurnalisme pun mulai banyak diselenggarakan di berbagai universitas, yang kemudian melahirkan konsep-konsep seperti pemberitaan yang tidak bias dan dapat dipertanggungjawabkan, sebagai standar kualitas bagi jurnalisme profesional.

SOURCE :







UNIT CORNER : HASIL WAWANCARA DENGAN KEPALA UNIT MK & UPMP4
BAPAK DAVID SULAKSMONO.



APA ITU KARTU INDONESIA SEHAT?
Kartu Indonesia Sehat adalah kartu yang diterbitkan sebagai salah satu perwujudan program Nawa Cita Presiden Joko Widodo, dan berfungsi sebagai kartu identitas bagi peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).  Kartu baru ini untuk tahap awal diberikan kepada peserta Penerima Biaya Iuran (PBI)-APBN yang berjumlah 86,4 juta jiwa. Secara bertahap, nantinya kartu BPJS kesehatan yang beredar saat ini akan diganti dengan KIS.

APA BEDANYA KIS DENGAN KARTU BPJS?
Secara fungsi/manfaat pelayanan, kartu KIS tidak berbeda dengan kartu BPJS kesehatan. Pemegang kartu KIS akan mendapatkan pelayanan yang sama dengan pemegang kartu BPJS kesehatan yang lain.

BAGAIMANA CARA MENGURUS KARTU INDONESIA SEHAT?
Untuk pemegang kartu KIS dari kelompok peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI)-APBN, penetapan peserta diatur oleh Kementerian Sosial. Warga tidak mampu yang ingin menjadi peserta PBI-APBN dapat mengurus ke Dinas Sosial setempat. Tiap 6 (enam) bulan sekali, Dinas Sosial setempat akan mengusulkan nama-nama yang berhak menjadi peserta PBI-APBN tersebut ke Kementerian Sosial untuk ditetapkan menjadi peserta PBI-APBN.

Selain itu, Dinas Sosial juga bisa mengusulkan warga tidak mampu yang tidak masuk dalam kuota PBI-APBN untuk menjadi peserta PBI-APBD atau juga dikenal dengan nama Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda), jika Jamkesda yang dikelola Pemerintah Daerah sudah terintegrasi dengan BPJS Kesehatan.

Sedangkan untuk pemegang kartu KIS yang bukan dari kelompok peserta PBI, dapat melakukan pendaftaran langsung ke kantor BPJS Kesehatan terdekat dengan membawa persyaratan yang ada.

1.       BAGAIMANA ALUR/CARA MENGGUNAKAN KARTU INDONESIA SEHAT?

Alur pelayanan kesehatan untuk pemegang kartu KIS sama dengan alur pelayanan kesehatan untuk pemegang kartu BPJS Kesehatan yang lain. Untuk kasus-kasus  bukan Gawat Darurat, peserta diwajibkan berobat terlebih dahulu ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) seperti Puskesmas, Dokter keluarga, Klinik, Balai Pengobatan yang sudah bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Jika penyakit yang diderita peserta membutuhkan perawatan lebih lanjut, maka FKTP akan memberikan surat rujukan untuk berobat ke Fasilitas kesehatan Tingkat Lanjut (FKTL) dalam hal ini Rumah Sakit.


2.       APAKAH ADA KEMUNGKINAN DOBEL DATA BAGI PESERTA PENERIMA KIS DAN BPJS?

Jawabannya : ADA.
Pada saat awal pemilihan warga tidak mampu yang akan diusulkan menjadi peserta PBI-APBN, data yang masuk masih banyak yang belum memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang menjadi syarat mutlak pendaftaran peserta BPJS kesehatan saat ini. Juga karena proses validasi dan verifikasi  yang kurang akurat pada saat itu, maka ada warga yang seharusnya sudah berstatus sebagai pekerja (karyawan swasta, PNS, dll) pada saat itu juga masuk dalam usulan peserta PBI-APBN. Hal ini menjadi masalah ketika Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) berjalan, dimana undang-undang mewajibkan seluruh pemberi kerja untuk mendaftarkan para pekerjanya untuk menjadi peserta BPJS Kesehatan. Sehingga mereka yang sebelumnya sudah terdaftar menjadi peserta PBI-APBN maka didaftarkan kembali oleh perusahaan / satuan kerja masing-masing. Dan karena pada saat awal pendaftaran peserta PBI-APBN tidak mencantumkan NIK, maka begitu didaftarkan ulang oleh perusahaan/satuan kerja, NIK para pekerja tersebut tetap lolos dalam sistem pendaftaran.
Pada tahun 2015, telah dilakukan verifikasi dan validasi ulang oleh Dinas Sosial masing-masing daerah terhadap data kepesertaan PBI-APBN tersebut. Hasilnya adalah keluarnya SK Kemensos No. 168/HUK/2015 tentang Penetapan Penghapusan dan Penggantian Peserta Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan dan SK Kemensos No. 170/HUK/2015 tentang Penetapan Penerima bantuan Iuran Jaminan KesehatanTahun 2016.

3.       BAGAIMANA STATUS KEPESERTAANNYA APABILA ADA PESERTA KIS/BPJS MENINGGAL DUNIA?

Bila ada peserta KIS/BPJS kesehatan yang meninggal dunia, perlakuannya dibagi tergantung jenis kepesertaannya sebagai berikut:
-          Untuk kelompok peserta PBI-APBN, peserta yang meninggal akan dilaporkan ke Grup kepesertaan Kantor Pusat
-          Untuk kelompok peserta PBI-APBD, peserta yang meninggal akan dilaporkan ke Dinas Sosial wilayah untuk dilakukan penggantian pada saat pengajuan penambahan peserta yang baru.
-          Untuk kelompok non PBI, maka peserta yang meninggal dapat dilaporkan ke BPJS Kesehatan untuk dilakukan penonaktifan kepesertaan sehingga tidak muncul tagihan iuran.

4.       APAKAH BOLEH PESERTA KIS/BPJS BERHENTI JADI PESERTA?

Sesuai Perpres No.111 tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden No.12 tahun 2013 tetang Jaminan Kesehatan, pasal 6 ayat 1 dinyatakan bahwa kepesertaan Jaminan Kesehatan bersifat wajib dan mencakup seluruh penduduk Indonesia, sehingga tidak ada proses penghentian kepesertaan JKN.
Peserta BPJS Kesehatan dapat berhenti menjadi peserta hanya dalam kondisi berikut:
-          Peserta meninggal dunia yang dibuktikan dengan surat keterangan kematian.
-          Peserta keluar kewarganegaraan/ menjadi warga negara asing yang dibuktikan dengan paspor/ surat keterangan lain dari instansi terkait.

  







BIRTHDAY LIST FEBRUARY



1.   Fathoni Irawan Fuat (07 Februay)
(Kepala Unit SDM dan Umum)

2.   Febri Iswandinata (9 February)
(Verifikator Unit manajemen Pelayanan Primer)

3.   Saiful Anwar (12 February)
(Staf Manajemen Pelayanan Kesehatan KLO Kota Blitar)

4.   Febria Rike Erliana (19 February)
(Verifikator Unit Manajemen Pelayanan Rujukan)

5.   Sudarmadji (23 February)
(Staf Pemasaran, Kepesertaan, dan UPMP4 KLO Kab Blitar)

6.   Riendra Candra Asmara (24 February)
(Staf Manajemen Pelayanan Kesehatan KLO Kab Kediri)

7.   Ferry Kurniawan (26 February)
(Tenaga Kebersihan KC Kediri)

8.   Erni Rachmawati (27 February)
(PTT Unit MPKP)

9.   Sugiyanti (28 February)
(Kepala Unit Hukum, Komunikasi Publik & Kepatuhan)




TIM REDAKSI BPJS BOARD KC KEDIRI
CHIEF REDACTION : SILVI YUNITA


EDITOR : YURI ANDRIANI NASTITI



LAY OUT DESIGNER : ESTY NIDIANTY


ANIMATOR & HUNTER : HARDI ARIAWAN




















FOTO BERSAMA

PEMAPARAN MATERI OLEH KEPALA CABANG
KEPALA CABANG BPJS KESEHATAN KC KEDIRI

















KONFRENSI PERS TENTANG POSKO PEMANTAUAN DAN PENANGANAN DAN PENGADUAN DISTRIBUSI KARTU INDONESIA SEHAT-PENERIMA BANTUAN IURAN (KIS-PBI) 
03 FEBRUARI 2016

SUASANA KONFERENSI PERS



0 komentar:

Posting Komentar