Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Alhamdulillahirabbil’alamin, tiada kata yang patut
kita ucapkan kecuali rasa syukur kita ke hadirat Allah SWT yang senantiasa
memberikan rahmatNya kepada semua makhluk di jagad raya ini. Salawat serta
salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah saw, keluarga dan para sahabat.
Edisi mading BPJS Board bulan Agustus
kali ini yang mengangkat tema Integritas-Komitmen
Bersih Pelanggaran. Terdapat 4 rubrik dalam BPJS Board yaitu Rubrik Berita,
Rubrik Program Kerja, Rubrik Artikel dan Rubrik Prestasi. Rubrik Berita akan
mengangkat tentang pelanggaran terhadap kode etik dan B-News, Rubrik Program
Kerja mengangkat tentang strategi dalam menghadapi 4 bulan kedepan, Rubrik
Artikel mengangkat artikel komitmen bersih pelanggaran dan serita insirasi, serta
Rubrik Prestasi mengangkat tentang Pendidikan Manajer Pratama. BPJS Board kali
ini di harap kan dapat memotivasi rekan Duta BPJS Kesehtaan untuk dapat bekerja
dengan penuh integritas dan tanpa adanya pelanggaran terhadap kode etik. Kritik
dan saran dapat disampaikan langsung kepada Tim Redaksi BPJS Board KC Kediri.
Akhir kata, semoga BPJS Board kali
ini bermanfaat, dan selamat membaca.
Integritas dari Secangkir Teh
Ini adalah wawancara kerja
ke-sekian kalinya yang telah dilalui oleh Riska. Tapi wawancara kali ini lebih
berkesan. Bukan hanya karena Sang Direktur BUMN itu sendiri yang mewawancarai,
tapi juga karena apa yang disampaikannya seperti mengingatkan Riska pada barang
kesayangan yang dulu pernah hilang dan belum ditemukan kembali.
Sang Direktur itulah yang
menemukannya. Orang yang tak diduga-duga, telah mengembalikan ‘barang
kesayangan’ miliknya yang hilang.
“Jadi, setelah kamu merenung
sekian lama, tahukah kamu apa itu integritas?”
Mungkinkah integritas yang
dimaksud Bapak ini sama dengan integral yang kupelajari saat kuliah dulu? Tanyanya sendiri dalam hati.
Riska menggeleng. Sang Direktur
menghela nafas berat.
“Oke, sekarang saya mau tanya,
bagaimana suasana keagamaan di rumahmu? Sangat agamis? Biasa saja? Atau malah
antipati?”
Ah, ini BUMN berbasis syariah.
Maka beginilah pertanyaannya.
“Sangat agamis,” jawab Riska
pendek. Ia mengelap keringat di atas bibirnya dengan tisu yang ia lipat rapi
menjadi bujur sangkar kecil.
“Kalau begitu, ceritakan!
Ceritakan apa yang dilakukan ayahmu dari ia bangun pagi sampai ia tidur! Saya
ingin tahu, seberapa agamisnya?”
Riska menyandarkan punggungnya
pada kursi, berusaha rileks. Ia pejamkan matanya sesaat, dan cerita mengalir
dari bibirnya.
Ayah, sepanjang ingatan Riska,
selalu bangun sebelum Subuh. Mengawali hari dengan sholat qiyamullail. Selepas
solat, Ayah akan menjerang air di ketel. Sambil menunggu air itu mendidih, Ayah
akan membuka Al-Qur’an, membacanya dengan suara membahana yang terdengar seisi
rumah. Kadang, Riska terbangun karena suara Ayah mengaji.
Setelah air mendidih, Ayah
menyeduh kopi untuk dirinya, dan teh-teh untuk seluruh anggota keluarga. Jika
ada roti—dan memang hampir setiap hari ada roti—Ayah akan mengolesi roti dengan
mentega atau selai. Lalu Ayah hidangkan di piring. Beres dengan itu semua, Ayah
akan bangunkan, pertama-tama, dua adik laki-laki Riska untuk bersiap sholat
Subuh di masjid dekat rumah.
Selalu begitu setiap hari. Tak
ada hari libur di mana Ayah tidak melakukan semua ritual itu.
“Kenapa Ayahmu membuatkan teh
untuk anak-anaknya?”
“Ayah sengaja membuatkan kami
teh, supaya ada sesuatu yang bisa kami nikmati begitu kami membuka mata. Juga,
supaya adik-adik saya yang laki-laki mau bangun pagi dan sholat di masjid.
Mereka suka sekali teh.”
“Selalu begitu setiap hari?”
tanya Sang Direktur.
“Ya, itu rutinitasnya,” jawab
Riska.
Sang Direktur tersenyum samar
sebelum akhirnya ia berucap: “itulah integritas.”
“Oh ya?” Riska membulatkan
matanya. Sesederhana itukah integritas?
“Ya,” Sang Direktur menjawab
tegas. “Ayahmu ingin setiap anak laki-lakinya sholat subuh di masjid. Dan ia
tidak sekedar memerintah dengan ucapan, tapi ia memberikan contoh,
memfasilitasi, dengan ngotot, terus-menerus, tidak peduli bahwa sebetulnya, ia
mungkin bosan harus membuatkan teh untuk kalian semua, agar sekadar kalian mau
bangun pagi…”
“Tidak banyak kalimat perintah yang mungkin ia katakan. Hanya
contoh nyata, bahwa perkataan dan perbuatan seiring sejalan.” Urai Sang
Direktur. “Dan kau tahu?” tanyanya kemudian, “Itulah yang bedakan antara
Ayahmu, dan koruptor!” Sang Direktur memberi tekanan pada kata terakhir.
Tiba-tiba saja, hati Riska
meleleh. Sebesar itukah makna secangkir teh di pagi hari, yang selalu ia teguk
begitu keluar kamar tidur, saat matanya bahkan belum benar-benar terbuka?
“Riska, koruptor mungkin lebih
fasih mengumandangkan kalam Ilahi daripada ayahmu. Ilmu agamanya bisa jadi
lebih luas dari yang dimiliki Ayahmu. Tapi, apa yang mereka katakan, ilmu yang
mereka peroleh, tidak mereka jadikan sebagai prinsip hidup. Tidak mereka
laksanakan pula berupa wujud nyata. Mereka merasa cukup dengan bicara, bicara,
bicara…”
“Para koruptor, mereka seorang
Ayah juga, mungkin hanya teriak-teriak membangunkan anak-anaknya di pagi hari.
Kemudian di meja makan, menasehati: “Nak, kamu harus rajin sholat ya! Kamu
harus rajin dateng TPA ya! Kalau nggak, mau jadi apa kamu nanti?” padahal, si
Ayah itu, terlihat sholat di rumahnya pun jarang!”
Air mata Riska mulai tampak
nyata.
“Kenapa kamu menangis?” tanya
Sang Direktur.
“Karena—karena saya baru sadar,
bahwa apa yang dilakukan Ayah selama ini, sangat berarti. Selama ini, saya
hanya melihatnya sebagai sebuah rutinitas…”
Dan saya seperti menemukan barang
kesayangan yang telah lama hilang… lanjut Riska
dalam hati.
Terbayang wajah Ayah. Terbayang
apa yang ia lakukan tiap pagi. Dan, teringat, bahwa belum sekalipun Riska
berterimakasih pada Ayah untuk itu…
Ah, integritas seorang Ayah…
Ternyata, untuk menemukan makna
atas apa yang Ayah lakukan setiap pagi, ia harus mencarinya sejauh ini; enam
tahap tes tertulis yang semuanya dilakukan di Jakarta—puluhan kilometer dari
rumahnya, dan bertemu Pak Direktur yang telah mewawancarainya sejam lebih!
Terimakasih! Alhamdulillah!
Penulis: Aida Hanifa
https://blogprita.wordpress.com/2013/03/12/integritas-dari-secangkir-teh/
SEPTEMBER BIRTHDAY LIST
1. Lisa Septiana (05-September)
Kepala
Layanan Operasional Kab. Nganjuk
2. Pangestu Astriningtias (18-September)
Verifikator
Unit Manajemen Pelayanan Rujukan
3. Sofyan Setyo Iswahyudi (26-September)
Kepala
Unit Penagihan dan Keuangan
KADER JKN-KIS
Kader JKN-KIS merupakan orang yang
memiliki kapasitas sesuai dengan kriteria dan direkrut oleh BPJS Kesehatan
untuk melakukan fungsi tertentu yaitu:
a. Fungsi sosialisasi, pemasaran sosial
Sosialisasi yang
dilakukan oleh Kader JKN-KIS melalui kegiatan berinteraksi dengan
lingkungan/peserta atau calon peserta untuk mengembangkan pemahaman dan
pengetahuan tentang program Jaminan Kesehatan Nasional. Pemahaman dan
pengetahuan yang dimaksud adalah:
1) Konsep JKN
2) Aktivitas terkait JKN
a) Proses pendaftaran
b) Mekanisme pembayaran iuran
c) Proses penggunaan dan pemanfaatan
b. Perekrutan
peserta
1) Penjelasan dan edukasi proses
pendaftaran calon Peserta,
2) Membantu calon Peserta mengisi form
pendaftaran Peserta,
3) Validasi form
isian pendaftaran Peserta, melaporkan nama-nama calon peserta yang mendaftar menjadi peserta ke Kantor BPJS
Kesehatan terdekat
4) Memberikan informasi mengenai:
a) Mutasi kepesertaan, tambah kurang anggota keluarga.
b) Pemindahan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama terdaftar.
c. Fungsi
pengingat dan pengumpulan iuran
1) Kader JKN-KIS
mengingatkan kepada peserta untuk rutin membayar iuran pada periode tertentu
(sebelum tanggal 10 atau setelah tanggal 25 setiap bulannya).
2) Kader JKN-KIS
mengingatkan peserta yang menunggak untuk melunasi tagihan iuran di kanal
pembayaran resmi terdekat atau melalui kader JKN-KIS.
Pentingnya hubungan dan koordinasi
antara BPJS Kesehatan, Kader JKN-KIS dan stakeholder terkait bertujuan untuk :
1. Hubungan dan koordinasi Kantor Pusat, Kantor
Divisi Regional dan Kantor Cabang
Terlaksananya
kegiatan dan tahapan implementasi Kader JKN-KIS dengan baik.
2. Hubungan dan koordinasi Kantor Cabang dengan
Pemerintah Daerah
Pemerintah Daerah dan Stakeholder
terkait mengetahui, memahami dan mendukung program Kader JKN-KIS.
3. Hubungan dan
koordinasi Kantor Cabang dengan Kader JKN-KIS
Kader mengetahui, memahami dan mampu
menjelaskan program JKN dan BPJS Kesehatan kepada masyarakat di desa.
4. Hubungan dan
koordinasi Kader JKN-KIS dan Stakeholders terkait (Aparat desa, TOGA/TOMA, Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
di Desa)
Stakeholders desa
terkait mengetahui, memahami dan mendukung program Kader JKN-KIS