Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mencuri perhatian dunia dalam acara Foro
Mundial De La Seguridad Social (World Social Security Forum) yang
diselenggarakan oleh International Social Security Asscociation (ISSA) di
Panama City pada 14-18 November 2016.
Sebagai lembaga pengelola
jaminan kesehatan yang hampir genap tiga tahun berjalan dengan jumlah
kepesertaan BPJS Kesehatan lebih dari 170 juta jiwa, program Jaminan Kesehatan
Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) dianggap sebagai program jaminan
sosial kesehatan terbesar di dunia. Direktur Utama BPJS Kesehatan Facmi Idris
yang hadir sebagai salah satu panelis menyatakan, pertumbuhan peserta program
JKN-KIS terbilang pesat karena dalam waktu dua tahun, program JKN-KIS telah
melindungi 67,6 persen dari total penduduk Indonesia.
Padahal berdasarkan data
Population Data CIA Wordl Fact Book (2016) dan Carrin G. and James C. (2005),
Jerman membutuhkan waktu lebih dari 120 tahun untuk melindungi 85 persen
kesehatan penduduk. Belgia membutuhkan 118 tahun (100 persen populasi
penduduk), Austria memerlukan waktu 79 tahun (99 persen populasi penduduk), dan
Jepang menghabiskan waktu 36 tahun (100 persen populasi penduduk). Menurut
Fachmi, soal coverage kesehatan penduduk sebenarnya banyak tantangan karena
harus sustainibilitas, kolektibilitas, serta peran pemerintah daerah dan Kader
JKN dalam pelaksanaan program JKN-KIS di Indonesia. Namun yang paling utama,
tantangan BPJS Kesehatan meraup penduduk Indonesia adalah soal kesenjangan dari
sisi cakupan kepesertaan, finansial, serta kualitas pelayanan kesehatan.
"Pemerintah telah
banyak berkontribusi menjaga keberlangsungan program JKN-KIS, salah satunya
dengan membiayai pegawai dan masyarakat yang tidak mampu. Namun sustainibilitas
program ini tak lepas dari peran masyarakat dari sektor informal yang sehat,
produktif, dan mampu. Sayangnya, partisipasi masyarakat dari kalangan tersebut
belum maksimal. Inilah yang disebut sebagai 'The Missing Middle'," kata Fachmi
dalam keterangan tertulis, Panama City, Sabtu (19/11/2016).
Belum terdaftarnya
sebagian Pekerja Penerima Upah (PPU) menjadi peserta JKN-KIS antara lain
disebabkan karena pendaftaran menjadi peserta JKN-KIS dianggap memakan waktu.
Selain itu, dikarenakan mereka telah mendapat perlindungan dari asuransi
perusahaan/swasta.
Fachmi menuturkan untuk
mengatasi kondisi tersebut, BPJS Kesehatan telah membangun sistem E-DABU untuk
memangkas waktu pendaftaran calon peserta dari segmen badan usaha. Selain itu,
BPJS Kesehatan juga menciptakan mekanisme Coordination of Benefit (CoB) yang
dapat mengkolaborasikan benefit non-medis antara BPJS Kesehatan dengan asuransi
swasta yang dimiliki calon peserta mandiri tersebut.
"Dari segi
finansial, untuk mengatasi kesenjangan antara penerimaan iuran peserta dengan
beban biaya pelayanan kesehatan, sejumlah upaya yang dilakukan BPJS Kesehatan
adalah dengan memperluas channel pembayaran, menerapkan kebijakan virtual
account atau VA Keluarga (satu nomor VA untuk membayar seluruh tagihan iuran
satu keluarga), meningkatkan peran pemerintah daerah untuk memacu
kolektabilitas iuran, mengoptimalkan implementasi sistem pembayaran prospektif
dan sistem anti fraud, serta memaksimalkan program promotif preventif,"
paparnya.
Dia menambahkan, sebagai
salah satu upaya untuk mengatasi gap dalam kualitas pelayanan kesehatan, BPJS
Kesehatan telah menciptakan aplikasi Health Facility Information System (HFIS).
Aplikasi ini membuat calon fasilitas kesehatan yang ingin bekerja sama dengan
BPJS Kesehatan dapat mendaftar serta memantau progress-nya melalui online.
Selain itu, ke depannya
kami juga berupaya menyempurnakan penerapan kebijakan pembayaran kapitasi
berbasis komitmen di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama," terang Fachmi.
Melalui sejumlah alternatif solusi tersebut, diharapkan sustainibilitas program JKN-KIS dapat terjaga hingga kelak mencapai cakupan kesehatan se-Indonesia pada 2019. "Saya berharap, ISSA dapat menyediakan bantuan secara berkesinambungan untuk mengatasi kesenjangan yang terjadi dalam pengelolaan jaminan kesehatan di Indonesia, khususnya dalam hal mengatur biaya dan kualitas pelayanan kesehatan," tutupnya.
Melalui sejumlah alternatif solusi tersebut, diharapkan sustainibilitas program JKN-KIS dapat terjaga hingga kelak mencapai cakupan kesehatan se-Indonesia pada 2019. "Saya berharap, ISSA dapat menyediakan bantuan secara berkesinambungan untuk mengatasi kesenjangan yang terjadi dalam pengelolaan jaminan kesehatan di Indonesia, khususnya dalam hal mengatur biaya dan kualitas pelayanan kesehatan," tutupnya.